Sunday, May 27, 2018

Tuesday, May 15, 2018

Thursday, January 12, 2017

Racun Tikus Nabati

Tikus adalah binatang yang sangat tidak disukai oleh manusia, selain menjijikkan ternyata tikus juga telah memberikan kerugian yang cukup besar bagi perekonomian sumber kehidupan manusia, seperti lahan pertanian
Secara alami, tikus biasanya  sudah terkendali dengan adanya predator seperti ular, burung hantu, atau burung elang. Tetapi dengan kondisi alam yang sudah tidak seimbang dan sudah rusak seperti ini, pengendalian dengan cara tersebut sudah tidak efektif. Hal ini karena  jumlah predator tersebut sudah sangat sedikit akibat terus diburu dan diperdagangkan.

Penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama tikus juga menimbulkan dilema. Di satu sisi berhasil mengendalikan hama tikus, tetapi di sisi lain residunya tidak mudah terurai, sehingga sangat potensial menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Dari sinilah umbi tanaman gadung (Dioscorea hispida Dennust) bisa ”menawarkan” solusi. Umbi tanaman merambat ini merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat racun tikus. Karena berbahan alami, racun tikus jenis ini bersifat mudah terurai di alam, sehingga tidak bakal mencemari lingkungan.
Tanaman gadung termasuk kelompok tumbuhan rodentisida nabati, yaitu kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama rodentia. Tumbuhan ini ada dua jenis, yaitu gadung KB (Dioscorea composita) yang mempunyai efek penekan kelahiran (aborsi atau kontrasepsi) yang mengandung steroid, dan gadung racun (Dioscorea hispida) yang mempunyai efek penekan populasi yang  biasanya mengandung alkaloid.
Gadung KB (Dioscorea composita) berbatang persegi empat dengan diameter 2 – 4 mm, tidak berduri, berdaun tunggal berbentuk perisai dan permukaan daun licin;  sedangkan gadung racun (Dioscorea hispida) berbatang bulat dan berduri, daunnya majemuk menjari beranak daun tiga, dan permukaan daun kasap.
Gadung KB, sesuai namanya, tidak mematikan melainkan hanya akan membuat para tikus mandul. Berbeda dengan jenis gadung racun, yang dapat mematikan. Maka disarankan penggunaan gadung berselang-seling antara gadung racun dan gadung KB untuk menyiasati sifat tikus yang jera umpan.

Berdasarkan pengalaman petani disejumlah lokasi, formulasi racun tikus dari gadung adalah sebagai berikut:

Bahan-bahan:
  1. Gadung 1 Kg
  2. Dedak padi/ jagung 1 kg
  3. Tepung ikan 1 ons
  4. Kemiri 5-10 butir
  5. Air secukupnya
Alat-alat:
  1. Penumbuk/ parut/ blender
  2. Ember
  3. Pengaduk
Cara membuat:
  1. Umbi gadung dikupas (pada saat mengupas kenakan sarung tangan plastik, karena getahnya bisa bikin gatal kulit),  lalu dihaluskan dengan blender/ penumbuk/ parut bersama kemiri
  2. Campur dengan bahan-bahan lain kemudian campur air secukupnya
  3. Bentuk menjadi bola-bola kecil kurang lebih 10 gr, jika dibentuk bola pecah tambahkan sedikit air lagi
  4. Jemur sampai kering
Cara aplikasi:
  1. Umpankan bola-bola tadi pada tikus dengan cara meletakkan pada daerah sekitar lubang tikus
  2. Pada saat memasang umpan harus mempergunakan sarung tangan, hal ini disamping untuk perlindungan diri sendiri juga sebagai upaya menghindari penurunan preferensi tikus terhadap umpan.
  3. Pengendalian tikus yang efektif adalah pada saat jumlah tikus sedikit, serentak, terpadu, dan dilakukan secara kontinyu.
Kandungan kimia umbi gadung yang berpotensi menimbulkan gangguan metabolisme (anti makan, keracunan, bahkan manusiapun bisa mengalami ini), yaitu jenis racun dioscorin (racun penyebab kejang), diosgenin (antifertilitas) dan dioscin yang dapat menyebabkan gangguan syaraf, sehingga apabila memakannya akan terasa pusing dan muntah-muntah.
Selain itu, umbi gadung (Dioscorea composita) juga mengandung saponin, amilum, CaC2O4, antidotum, besi, kalsium, lemak, garam fosfat, protein, dan vitamin.  Komponen yang merugikan pada gadung yaitu zat beracun berupa asam sianida (HCN),  yang merupakan bahan aktif dalam pengendalian tikus.
Di kebun kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) tikus menyerang titik tumbuh atau umbut dengan memakan pangkal pelepah sehingga berlubang dan semua pelepah dibagian atas terkulai atau putus sehingga menyebabkan tanaman mati. Sedangkan pada tanaman yang telah menghasilkan (TM) hamatikus menyerang bunga jantan, bunga betina, daging buah baik buah muda maupun buah matang. Pada kondisi serangan berat dapat mengganggu berlangsungnya proses generatif, yang pada gilirannya menurunkan kuantitas dan kualitas produksi.

Serangan baru ditandai dengan bekas keratan yang masih segar pada objek serangan, misalnya pada buah muda keratan berwarna hijau segar dan pada buah tua berwarna kuning segar.

Tikus dapat berproduksi pada usia 2 - 3 bulan dan masa kehamilan 19-21 hari. Seekor tikus betina bisa melahirkan 5 - 10 ekor setiap kelahiran dan dalam setahun bisa melahirkan 5 - 10 kali dengan perbandingan jantan dan betina: 50% : 50%. Mereka akan kawin lagi setelah 48 jam setelah melahirkan.Dengan perbandingan ini, sepasang tikus bisa menghasilkan keturunan sebanyak 10.000 - 15.000 ekor dalam setahun.


Monday, March 7, 2016

Penyakit BLAS Pada Tanaman Padi dan Cara Pengendaliannya

Penyakit BLAS pada tanaman padi disebabkan oleh jamur Pyricularia grisea . Pada awalnya penyakit ini merupakan salah satu kendala utama pada budi daya padi gogo tetapi akhir­akhir ini sudah menyebar di lahan sawah irigasi di daerah­daerah sentra produksi padi di Jawa seperti di Karawang, Subang dan Indramayu (Jawa Barat), Pemalang, Pati, Sragen dan Banyumas (Jawa Tengah), Lamongan, Jombang, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang (Jawa Timur).



Jamur P. grisea dapat menyerang semua fase pertumbuhan tanaman padi mulai dari pesemaian sampai menjelang panen. Pada fase pesemaian dan vegetative penyebab penyakit umumnya menyerang daun sehingga disebut BLAS daun (Gambar 1 A). Pada fase tanaman tua (generative) umumnya menyerang leher malai, malai padi, bulir padi (Gambar 1 B), ruas buku batang (Gambar 1 C) dan kolar daun (Gambar 1 D). Penyakit blas yang menyerang stadia generatif umumnya disebut BLAS leher atau busuk leher, patah leher, tekek (Jawa Tengah), kecekik (Jawa Barat). Penyakit BLAS tidak hanya menyerang tanaman padi, tetapi dapat menyerang tanaman lain seperti gandum, sorgum dan spesies rumput­rumputan. Pada lingkungan yang kondusif, BLAS daun kadang­kadang dapat menyebabkan kematian. Serangan BLAS leher dapat menurunkan hasil secara langsung karena leher malai busuk dan patah sehingga pengisian terganggu dan bulir padi menjadi hampa. Serangan pada BLAS leher dapat menyebabkan tanaman menjadi puso, seperti yang sering terjadi di daerah endemis seperti di daerah Lampung dan Sumatera Selatan. 


Biologi dan Ekologi Penyakit BLAS 

Jamur P. grisea mempunyai banyak ras, ras­ras tersebut dapat berubah dan terbentuk ras baru dengan cepat apabila populasi tanaman atau sifat ketahanan tanaman berubah. Pada kondisi lingkungan yang mendukung, satu siklus penyakit BLAS yaitu dimulai ketika spora jamur menginfeksi dan menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan berakhir ketika jamur bersporulasi dan menyebarkan spora baru melalui udara terjadi dalam sekitar 1 minggu. Selanjutnya dari satu bercak dapat menghasilkan ratusan sampai ribuan spora dalam satu malam dan dapat terus menghasilkan spora selama lebih dari 20 hari. Penyakit BLAS lebih menyukai kondisi periode embun yang panjang, kelembaban yang tinggi dan temperatur malam hari sekitar 22­29 oC. Faktor lain yang mendukung perkembangan penyakit BLAS adalah pemakaian pupuk nitrogen yang berlebihan, tanah dalam kondisi aerobik dan stres kekeringan. Pemupukan nitrogen yang tinggi menghasilkan daun yang lunak dan terkulai sehingga lebih rentan terhadap penyakit BLAS, sedangkan pemberian Si cenderung membantu kekerasan dan ketegakan daun. Pengaruh nitrogen terhadap sel epidermis adalah meningkatnya permeabilitas air dan menurunnya kadar unsur Si sehingga jamur lebih mudah melakukan penetrasi. Sumber inokulum primer di lapang adalah jerami. Sumber inokulum benih umumnya memperlihatkan gejala awal pada persemaian. Untuk daerah tropis, sumber inokulum selalu ada sepanjang tahun karena adanya spora di udara dan tanaman inang alternatif selain padi.

Teknologi Pengendalian Penyakit BLAS

Mengingat banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit BLAS seperti tanah, pengairan, kelembaban, suhu, pupuk dan ketahanan varietas, maka pengendalian penyakit BLAS yang dianjurkan adalah pengendalian secara terpadu dengan berbagai cara yang dapat menekan perkembangan penyakit.

Pengendalian Penyakit BLAS dengan Teknik Budidaya

  • Penanaman Benih sehat Pengendalian penyakit BLAS lebih efektif apabila dilakukan sedini mungkin. Mengingat jamur penyebab penyakit BLAS dapat tertular melalui benih maka sangat dianjurkan pertanaman yang terinfeksi penyakit BLAS tidak digunakan sebagai benih. Ini perlu dipersyaratkan untuk kelulusan uji sertifikasi benih guna mencegah meluasnya serangan penyakit BLAS. Untuk mencegah penularan melalui benih, maka perlu dilakukan pengobatan benih terutama dengan fungisida sistemik seperti fungisida Trisiklazole dengan dosis formulasi 3­5gr/kg benih. Pengobatan benih dapat dilakukan dengan cara perendaman benih (soaking) atau pelapisan benih (coating). 
  • Perendaman benih Benih direndam dalam larutan fungisida selama 24 jam, dan selama periode ini larutan diaduk merata setiap 6 jam. Perbandingan berat biji dan volume air adalah 1 : 2 (1 kg benih direndam dalam 2 l air larutan fungisida). Benih yang telah direndam dianginkan dalam suhu kamar diatas kertas koran dan dibiarkan sampai gabah tersebut siap disebarkan atau disemai. Pada padi sawah perendaman dalam larutan fungisida dilakukan sebelum pemeraman.
  • Cara pelapisan (coating) Cara ini lebih efektif dibandingkan cara perendaman dalam hal pemakaian air, sehingga lebih cocok untuk lahan kering (gogo). Pertama­tama benih dibasahi dengan cara merendam beberapa jam, kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi. Fungisida dengan dosis tertentu dicampur dengan 1 kg gabah basah dan dikocok sampai merata, gabah dikering anginkan dengan cara yang sama dengan metode perendaman, selanjutnya siap ditanam atau disemai.
  • Cara tanam Untuk memberikan kondisi lingkungan yang kurang mendukung terhadap perkembangan penyakit sangat dianjurkan tanam dengan jarak tanam tidak terlalu rapat atau dengan system Legowo dan .menggunakan system pengairan secara berselang (intermitten irrigation). Sistem tersebut akan mengurangi kelembaban disekitar kanopi pertanaman, mengurangi terjadinya embun dan air gutasi dan gesekan daun antar tanaman sebagai media penularan pathogen. Pertanaman yang terlalu rapat akan menciptakan kondisi lingkungan terutama suhu, kelembaban, dan aerasi yang lebih menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Disamping itu pada pertanaman yang rapat akan mempermudah terjadinya infeksi dan penularan dari satu tanaman ke tanaman lain.
  • Pemupukan Pupuk Nitrogen berkorelasi positif dengan keparahan penyakit BLAS. Artinya pertanaman yang dipupuk Nitrogen dengan dosis tinggi menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan dan keparahan penyakit lebih tinggi. Sebaliknya dengan pupuk Kalium menyebabkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit BLAS. Oleh karena itu agar perkembangan penyakit dapat ditekan dan diperoleh produksi yang tinggi disarankan menggunakan pupuk N dan K secara berimbang dengan menghindari pemupukan N terlalu tinggi. 
Penanaman Varietas Tahan

Cara yang paling efektif, murah dan ramah lingkungan dalam pengendalian penyakit BLAS adalah penggunaan varietas tahan. Agar penggunaan varietas tahan lebih efektif harus disesuaikan antara sifat tahan varietas dengan sebaran ras yang ada di suatu daerah. Beberapa varietas padi yang tahan terhadap beberapa ras patogen penyakit BLAS diantaranya adalah Inpari 21, Inpari 22, Inpari 26, Inpari 27, Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago7 dan Inpago 8. Usaha lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan varietas tahan adalah dengan tidak menanam padi secara monokultur (satu atau dua varietas) secara luas dan terus menerus. Apabila tanaman padi ditanam berturut­turut sepanjang tahun maka harus dilakukan pergiliran varietas atau rotasi gen. Adanya beberapa varietas yang berbeda tingkat ketahanannya pada suatu areal pertanaman dapat mengurangi tekanan seleksi terhadap patogen jamur, sehingga dapat memperlambat terjadinya ras BLAS yang baru dan patahnya ketahanan varietas padi.

Penggunaan Fungisida melalui Penyemprotan Tanaman
Efikasi fungisida untuk pengobatan benih hanya bertahan 6 minggu dan selanjutnya perlu dilakukan penyemprotan tanaman. Hasil percobaan macam­macam fungisida yang telah dilaksanakan pada beberapa musim menunjukkan beberapa fungisida yang efektif terhadap P. oryzae, antara lain Benomyl 50 WP, Mancozeb 80%, Carbendazim 50%, Isoprotiolan 40%, dan tricyclazole 20%. Penyemprotan dilakukan dua kali yaitu pada saat anakan maksimum dan awal berbunga. Beberapa fungisida yang dianjurkan untuk pengendalian penyakit BLAS tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Fungisida untuk pengendalian penyakit BLAS melalui penyemprotan



Pencegahan
  • Sanitasi lingkungan. Mengingat pathogen dapat bertahan pada inang alternative dan sisa­sisa tanaman maka sanitasi lingkungan sawah dengan menjaga kebersihan sawah dari gulma yang mungkin menjadi inang alternative dan membersihkan sisa­sisa tanaman yang terinfeksi merupakan usaha yang sangat dianjurkan.  
  • Pemakaian jerami sebagai kompos. Jamur P. grisea dapat bertahan pada sisa­sisa tanaman padi atau jerami dan benih dari pertanaman padi sebelumnya, sehingga sumber inokulum selalu tersedia dari musim ke musim. Pembenaman jerami dalam tanah sebagai kompos dapat menyebabkan miselia dan spora mati karena naiknya suhu selama proses dekomposisi. 
Kiat­kiat Pengendalian Penyakit BLAS:
  1. Gunakan varietas tahan sesuai dengan sebaran ras yang ada di daerah. 
  2. Gunakan benih sehat.
  3. Hindarkan penggunaan pupuk N di atas dosis anjuran.
  4. Hindarkan tanam padi terus­menerus sepanjang tahun dengan varietas yang sama.
  5. Sanitasi lingkungan harus intensif, karena inang alternatif patogen khususnya kelompok rerumputan sangat potensial sebagai inokulum awal.
  6. Hindari tanam padi terlambat dari petani disekitarnya.
  7. Pengendalian secara dini dengan perlakuan benih sangat dianjurkan untuk menyelamatkan persemaian sampai umur 40 hari setelah sebar.
  8. Penyemprotan fungisida sistemik minimum sekali pada awal berbunga untuk mencegah penyakit BLAS leher dapat dianjurkan untuk daerah endemik BLAS.
  9. Hindarkan jarak tanam rapat (sebar langsung). 
  10. Pemakaian jerami sebagai kompos.