Sunday, May 27, 2018
Tuesday, May 15, 2018
Wednesday, November 15, 2017
Thursday, September 14, 2017
Friday, June 23, 2017
Thursday, January 12, 2017
Racun Tikus Nabati
Tikus
adalah binatang yang sangat tidak disukai oleh manusia, selain menjijikkan
ternyata tikus juga telah memberikan kerugian yang cukup besar bagi
perekonomian sumber kehidupan manusia, seperti lahan pertanian
Secara
alami, tikus biasanya sudah terkendali dengan adanya predator
seperti ular, burung hantu, atau burung elang. Tetapi dengan kondisi alam yang
sudah tidak seimbang dan sudah rusak seperti ini, pengendalian dengan cara
tersebut sudah tidak efektif. Hal ini karena jumlah predator
tersebut sudah sangat sedikit akibat terus diburu dan diperdagangkan.
Penggunaan
bahan kimia untuk mengendalikan hama tikus juga menimbulkan dilema. Di satu
sisi berhasil mengendalikan hama tikus, tetapi di sisi lain residunya tidak
mudah terurai, sehingga sangat potensial menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
Dari
sinilah umbi tanaman gadung (Dioscorea hispida Dennust) bisa
”menawarkan” solusi. Umbi tanaman merambat ini merupakan salah satu bahan
yang dapat digunakan untuk membuat racun tikus. Karena berbahan alami, racun
tikus jenis ini bersifat mudah terurai di alam, sehingga tidak bakal mencemari
lingkungan.
Tanaman
gadung termasuk kelompok tumbuhan rodentisida nabati, yaitu kelompok tumbuhan yang
menghasilkan pestisida pengendali hama rodentia. Tumbuhan ini ada dua jenis,
yaitu gadung KB (Dioscorea composita) yang mempunyai efek penekan
kelahiran (aborsi atau kontrasepsi) yang mengandung steroid, dan gadung racun (Dioscorea
hispida) yang mempunyai efek penekan populasi
yang biasanya mengandung alkaloid.
Gadung
KB (Dioscorea composita) berbatang persegi empat dengan diameter 2
– 4 mm, tidak berduri, berdaun tunggal berbentuk perisai dan permukaan daun
licin; sedangkan gadung racun (Dioscorea hispida) berbatang
bulat dan berduri, daunnya majemuk menjari beranak daun tiga, dan permukaan
daun kasap.
Gadung
KB, sesuai namanya, tidak mematikan melainkan hanya akan membuat para tikus
mandul. Berbeda dengan jenis gadung racun, yang dapat mematikan. Maka
disarankan penggunaan gadung berselang-seling antara gadung racun dan gadung KB
untuk menyiasati sifat tikus yang jera umpan.
Berdasarkan
pengalaman petani disejumlah lokasi, formulasi racun tikus dari gadung adalah
sebagai berikut:
Bahan-bahan:
- Gadung 1 Kg
- Dedak padi/ jagung 1 kg
- Tepung ikan 1 ons
- Kemiri 5-10 butir
- Air secukupnya
Alat-alat:
- Penumbuk/ parut/ blender
- Ember
- Pengaduk
Cara
membuat:
- Umbi gadung dikupas (pada saat
mengupas kenakan sarung tangan plastik, karena getahnya bisa bikin gatal
kulit), lalu dihaluskan dengan blender/ penumbuk/ parut bersama
kemiri
- Campur dengan bahan-bahan lain
kemudian campur air secukupnya
- Bentuk menjadi bola-bola kecil
kurang lebih 10 gr, jika dibentuk bola pecah tambahkan sedikit air lagi
- Jemur sampai kering
Cara
aplikasi:
- Umpankan bola-bola tadi pada
tikus dengan cara meletakkan pada daerah sekitar lubang tikus
- Pada saat memasang umpan harus
mempergunakan sarung tangan, hal ini disamping untuk perlindungan diri
sendiri juga sebagai upaya menghindari penurunan preferensi tikus terhadap
umpan.
- Pengendalian tikus yang efektif
adalah pada saat jumlah tikus sedikit, serentak, terpadu, dan dilakukan
secara kontinyu.
Kandungan
kimia umbi gadung yang berpotensi menimbulkan gangguan metabolisme (anti makan,
keracunan, bahkan manusiapun bisa mengalami ini), yaitu jenis racun dioscorin
(racun penyebab kejang), diosgenin (antifertilitas) dan dioscin yang dapat
menyebabkan gangguan syaraf, sehingga apabila memakannya akan terasa pusing dan
muntah-muntah.
Selain
itu, umbi gadung (Dioscorea composita) juga mengandung saponin, amilum,
CaC2O4, antidotum, besi, kalsium, lemak, garam fosfat,
protein, dan vitamin. Komponen yang merugikan pada gadung yaitu zat
beracun berupa asam sianida (HCN), yang merupakan bahan aktif dalam
pengendalian tikus.
Di
kebun kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) tikus menyerang titik tumbuh
atau umbut dengan memakan pangkal pelepah sehingga berlubang dan semua pelepah
dibagian atas terkulai atau putus sehingga menyebabkan tanaman mati. Sedangkan
pada tanaman yang telah menghasilkan (TM) hamatikus menyerang bunga
jantan, bunga betina, daging buah baik buah muda maupun buah matang. Pada
kondisi serangan berat dapat mengganggu berlangsungnya proses generatif, yang
pada gilirannya menurunkan kuantitas dan kualitas produksi.
Serangan
baru ditandai dengan bekas keratan yang masih segar pada objek serangan,
misalnya pada buah muda keratan berwarna hijau segar dan pada buah tua berwarna
kuning segar.
Tikus
dapat berproduksi pada usia 2 - 3 bulan dan masa kehamilan 19-21 hari. Seekor
tikus betina bisa melahirkan 5 - 10 ekor setiap kelahiran dan dalam setahun
bisa melahirkan 5 - 10 kali dengan perbandingan jantan dan betina: 50% : 50%.
Mereka akan kawin lagi setelah 48 jam setelah melahirkan.Dengan perbandingan
ini, sepasang tikus bisa menghasilkan keturunan sebanyak 10.000 - 15.000 ekor
dalam setahun.
Monday, March 7, 2016
Penyakit BLAS Pada Tanaman Padi dan Cara Pengendaliannya
Penyakit BLAS pada tanaman padi disebabkan oleh jamur Pyricularia grisea . Pada awalnya
penyakit ini merupakan salah satu kendala utama pada budi daya padi gogo tetapi akhirakhir ini
sudah menyebar di lahan sawah irigasi di daerahdaerah sentra produksi padi di Jawa seperti di
Karawang, Subang dan Indramayu (Jawa Barat), Pemalang, Pati, Sragen dan Banyumas (Jawa
Tengah), Lamongan, Jombang, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang (Jawa Timur).
Jamur P. grisea dapat menyerang semua fase pertumbuhan tanaman padi mulai dari pesemaian
sampai menjelang panen. Pada fase pesemaian dan vegetative penyebab penyakit umumnya
menyerang daun sehingga disebut BLAS daun (Gambar 1 A). Pada fase tanaman tua (generative)
umumnya menyerang leher malai, malai padi, bulir padi (Gambar 1 B), ruas buku batang (Gambar 1
C) dan kolar daun (Gambar 1 D). Penyakit blas yang menyerang stadia generatif umumnya disebut
BLAS leher atau busuk leher, patah leher, tekek (Jawa Tengah), kecekik (Jawa Barat). Penyakit
BLAS tidak hanya menyerang tanaman padi, tetapi dapat menyerang tanaman lain seperti gandum,
sorgum dan spesies rumputrumputan. Pada lingkungan yang kondusif, BLAS daun kadangkadang
dapat menyebabkan kematian. Serangan BLAS leher dapat menurunkan hasil secara langsung karena
leher malai busuk dan patah sehingga pengisian terganggu dan bulir padi menjadi hampa. Serangan
pada BLAS leher dapat menyebabkan tanaman menjadi puso, seperti yang sering terjadi di daerah
endemis seperti di daerah Lampung dan Sumatera Selatan.
Biologi dan Ekologi Penyakit BLAS
Jamur P. grisea mempunyai banyak ras, rasras tersebut dapat berubah dan terbentuk ras baru dengan
cepat apabila populasi tanaman atau sifat ketahanan tanaman berubah. Pada kondisi lingkungan yang
mendukung, satu siklus penyakit BLAS yaitu dimulai ketika spora jamur menginfeksi dan
menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan berakhir ketika jamur bersporulasi dan
menyebarkan spora baru melalui udara terjadi dalam sekitar 1 minggu. Selanjutnya dari satu bercak
dapat menghasilkan ratusan sampai ribuan spora dalam satu malam dan dapat terus menghasilkan
spora selama lebih dari 20 hari. Penyakit BLAS lebih menyukai kondisi periode embun yang
panjang, kelembaban yang tinggi dan temperatur malam hari sekitar 2229
oC.
Faktor lain yang mendukung perkembangan penyakit BLAS adalah pemakaian pupuk nitrogen yang
berlebihan, tanah dalam kondisi aerobik dan stres kekeringan. Pemupukan nitrogen yang tinggi
menghasilkan daun yang lunak dan terkulai sehingga lebih rentan terhadap penyakit BLAS,
sedangkan pemberian Si cenderung membantu kekerasan dan ketegakan daun. Pengaruh nitrogen
terhadap sel epidermis adalah meningkatnya permeabilitas air dan menurunnya kadar unsur Si
sehingga jamur lebih mudah melakukan penetrasi. Sumber inokulum primer di lapang adalah jerami.
Sumber inokulum benih umumnya memperlihatkan gejala awal pada persemaian. Untuk daerah
tropis, sumber inokulum selalu ada sepanjang tahun karena adanya spora di udara dan tanaman inang
alternatif selain padi.
Teknologi Pengendalian Penyakit BLAS
Mengingat banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit BLAS seperti tanah,
pengairan, kelembaban, suhu, pupuk dan ketahanan varietas, maka pengendalian penyakit BLAS
yang dianjurkan adalah pengendalian secara terpadu dengan berbagai cara yang dapat menekan
perkembangan penyakit.
Pengendalian Penyakit BLAS dengan Teknik Budidaya
- Penanaman Benih sehat Pengendalian penyakit BLAS lebih efektif apabila dilakukan sedini mungkin. Mengingat jamur penyebab penyakit BLAS dapat tertular melalui benih maka sangat dianjurkan pertanaman yang terinfeksi penyakit BLAS tidak digunakan sebagai benih. Ini perlu dipersyaratkan untuk kelulusan uji sertifikasi benih guna mencegah meluasnya serangan penyakit BLAS. Untuk mencegah penularan melalui benih, maka perlu dilakukan pengobatan benih terutama dengan fungisida sistemik seperti fungisida Trisiklazole dengan dosis formulasi 35gr/kg benih. Pengobatan benih dapat dilakukan dengan cara perendaman benih (soaking) atau pelapisan benih (coating).
- Perendaman benih Benih direndam dalam larutan fungisida selama 24 jam, dan selama periode ini larutan diaduk merata setiap 6 jam. Perbandingan berat biji dan volume air adalah 1 : 2 (1 kg benih direndam dalam 2 l air larutan fungisida). Benih yang telah direndam dianginkan dalam suhu kamar diatas kertas koran dan dibiarkan sampai gabah tersebut siap disebarkan atau disemai. Pada padi sawah perendaman dalam larutan fungisida dilakukan sebelum pemeraman.
- Cara pelapisan (coating) Cara ini lebih efektif dibandingkan cara perendaman dalam hal pemakaian air, sehingga lebih cocok untuk lahan kering (gogo). Pertamatama benih dibasahi dengan cara merendam beberapa jam, kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi. Fungisida dengan dosis tertentu dicampur dengan 1 kg gabah basah dan dikocok sampai merata, gabah dikering anginkan dengan cara yang sama dengan metode perendaman, selanjutnya siap ditanam atau disemai.
- Cara tanam Untuk memberikan kondisi lingkungan yang kurang mendukung terhadap perkembangan penyakit sangat dianjurkan tanam dengan jarak tanam tidak terlalu rapat atau dengan system Legowo dan .menggunakan system pengairan secara berselang (intermitten irrigation). Sistem tersebut akan mengurangi kelembaban disekitar kanopi pertanaman, mengurangi terjadinya embun dan air gutasi dan gesekan daun antar tanaman sebagai media penularan pathogen. Pertanaman yang terlalu rapat akan menciptakan kondisi lingkungan terutama suhu, kelembaban, dan aerasi yang lebih menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Disamping itu pada pertanaman yang rapat akan mempermudah terjadinya infeksi dan penularan dari satu tanaman ke tanaman lain.
- Pemupukan Pupuk Nitrogen berkorelasi positif dengan keparahan penyakit BLAS. Artinya pertanaman yang dipupuk Nitrogen dengan dosis tinggi menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan dan keparahan penyakit lebih tinggi. Sebaliknya dengan pupuk Kalium menyebabkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit BLAS. Oleh karena itu agar perkembangan penyakit dapat ditekan dan diperoleh produksi yang tinggi disarankan menggunakan pupuk N dan K secara berimbang dengan menghindari pemupukan N terlalu tinggi.
Penanaman Varietas Tahan
Penggunaan Fungisida melalui Penyemprotan Tanaman
Efikasi fungisida untuk pengobatan benih hanya bertahan 6 minggu dan selanjutnya perlu dilakukan penyemprotan tanaman. Hasil percobaan macammacam fungisida yang telah dilaksanakan pada beberapa musim menunjukkan beberapa fungisida yang efektif terhadap P. oryzae, antara lain Benomyl 50 WP, Mancozeb 80%, Carbendazim 50%, Isoprotiolan 40%, dan tricyclazole 20%. Penyemprotan dilakukan dua kali yaitu pada saat anakan maksimum dan awal berbunga. Beberapa fungisida yang dianjurkan untuk pengendalian penyakit BLAS tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Fungisida untuk pengendalian penyakit BLAS melalui penyemprotan
Pencegahan
- Sanitasi lingkungan. Mengingat pathogen dapat bertahan pada inang alternative dan sisasisa tanaman maka sanitasi lingkungan sawah dengan menjaga kebersihan sawah dari gulma yang mungkin menjadi inang alternative dan membersihkan sisasisa tanaman yang terinfeksi merupakan usaha yang sangat dianjurkan.
- Pemakaian jerami sebagai kompos. Jamur P. grisea dapat bertahan pada sisasisa tanaman padi atau jerami dan benih dari pertanaman padi sebelumnya, sehingga sumber inokulum selalu tersedia dari musim ke musim. Pembenaman jerami dalam tanah sebagai kompos dapat menyebabkan miselia dan spora mati karena naiknya suhu selama proses dekomposisi.
Kiatkiat Pengendalian Penyakit BLAS:
- Gunakan varietas tahan sesuai dengan sebaran ras yang ada di daerah.
- Gunakan benih sehat.
- Hindarkan penggunaan pupuk N di atas dosis anjuran.
- Hindarkan tanam padi terusmenerus sepanjang tahun dengan varietas yang sama.
- Sanitasi lingkungan harus intensif, karena inang alternatif patogen khususnya kelompok rerumputan sangat potensial sebagai inokulum awal.
- Hindari tanam padi terlambat dari petani disekitarnya.
- Pengendalian secara dini dengan perlakuan benih sangat dianjurkan untuk menyelamatkan persemaian sampai umur 40 hari setelah sebar.
- Penyemprotan fungisida sistemik minimum sekali pada awal berbunga untuk mencegah penyakit BLAS leher dapat dianjurkan untuk daerah endemik BLAS.
- Hindarkan jarak tanam rapat (sebar langsung).
- Pemakaian jerami sebagai kompos.
Subscribe to:
Posts (Atom)